Seni dan budaya di Sulawesi utara waktu demi waktu seakan mulai pudar .Pemuda yang seharusnya berperan penting dalam melestarikan budaya-budaya yang ada , kini sudah tidak lagi pernah memikiran aspek-aspek tersebut .Kita tau bersama dengan masuknya globalisasi di Indonesia khususnya di provinsi sulawesi utara banyak , hal-hal penting yang seharusnya menjadi ciri khas kita , kini telah hilang,karena pengaruh budaya barat yang merambat melalui media-media komunikasi yang ada.Kami anak-anak dari Kotamobagu merasa bangga dengan adanya Senibudayakita salah satu Organisasi di sulawesi utara yang turut melestarikan budaya-budaya yang ada.
Salah satu Budaya kita yang hampir punah sekarang ini yaitu bahasa daerah .Saya jadi ingat dengan artikel di situs VOA berjudul “Jarang Digunakan, Ratusan Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah” yang berisi kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah di Indonesia, lantaran jarang digunakan. Kepala Bidang Peningkatan dan Pengendalian Bahasa Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, Sugiyono dalam tulisanya itu memperkirakan di penghujung abad 21, jumlah bahasa daerah akan menyusut, yang semula 746 bahasa daerah, menjadi hanya 75 bahasa daerah saja. Jadi torang skarang musti bilang WAW! Kalau ini benar, maka kondisinya sudah SOS Dong .
Banyak yang bilang, salah satu penyebab makin tidak populernya bahasa daerah adalah alasan urbanisasi dan perkawinan antar etnis.Mereka yang menikah dengan etnis lain dan pindah ke kota, punya kecenderungan bakal meninggalkan bahasa daerahnya dan lebih memilih bahasa Indonesia sebagai alat komunikasinya.Contoh saja ,di kampung Mongondow , yang sebenarnya merupakan ciri khas kabupaten bolaang mongondow , kini sudah jarang yang menggunakan bahasa mongondow , di karenakan banyak wanita di kampung tersebut kawin dengan etnis yang berbeda.
Saya sendiri tidak anti perkawinan antar etnis.Justru perkawinan antar etnis menurut saya perlu untuk meningkatkan keberagaman dan pemahaman antar etnis yang di beberapa daerah masih rendah.Namun harusnya perkawinan antar etnis itu tidak mematikan keberadaan bahasa daerah itu sendiri.Harusnya kedua pihak yang menikah justru menyuburkan pemakaian bahasa daerah pada anak-anak mereka.
Coba Kita bayangkan, alangkah indahnya jika sebuah keluarga yang merupakan hasil perkawinan antara etnis Minahasa dan Mongondow yang mengajarkan kedua bahasa daerah pada anak-anaknya . Anak-anak akan punya ketrampilan berbahasa yang lebih kaya. Tidak hanya satu bahasa Indonesia, namun juga bahasa ayah dan ibunya.
Lalu bagaimana agar bahasa daerah tetap lestari dan digunakan di Provinsi kita ini ? Peran seorang ibu sangat jelas dalam mengajarkan ketrampilan berbahasa.Tak usah mencari contoh jauh-jauh, saya sendiri bisa dan mengerti bahasa mongondow karena ibu saya kerap mengajak bercakap dalam bahasa mongondow sejak kecil, “uyo' aidon nongaan iko” itu menjadi bahasa sapaan saya setiap pagi mau sekolah yang artinya Anaku sudah makan kamu. Dan itu hanya dilakukan dalam lingkup rumah saja.Jika bertemu dengan orang dari etnis lain, kita selalu menggunakan bahasa manado, yakni bahasa yang mirip-mirip dengan bahasa indonesia sebagai jembatan komunikasi.
Saya dan teman-teman sempat berpikir,apa yang menyebabkan sampai Banyak anak-anak muda sekarang khusunya di kota kotamobagu banyak yang tidak bisa menggunakan Bahasa Daerah mereka sendiri .Kami sempat menanyakan pada beberapa siswa di Sekolah ,tentang apa yang membuat banyak kalangan pemuda pemudi sudah tidak menggunakan Torang Pe Bahasa ini . Dari 68 orang yang Kami tanyakan , 60% menjawab “Karena Masih banyak kosa kata yang Kami tidak ketahui dan tidak adanya sarana yang bisa kita pakai untuk mencari arti dari kata-kata bahasa indonesia untuk dirubah ke Bahasa mongondow ”, itu jawaban dari banyak orang yang kami tanyakan.
Memang benar kata mereka Kamus Bahasa Indonesia – Mongondow sekarang sudah jarang ditemukan, jikapun ada hanya disekolah-sekolah saja. Lalu Kami sempat mendiskusikan hal tersebut dengan guru seni kami dan beliau meminjamkan 1 buah kamus Bahasa Indonesia – Bahasa Mongondow kepada Kami. Berbekal kamus tersebut saya dan teman-teman sekelas saya di bidang TKJ (Teknologi komputer dan jaringan) berunding tentang Ide yang dapat kita kembangkan dengan 1 buah kamus ini, agar dapat membantu semua orang khususnya anak muda untuk mengartitkan Bahasa Indonesia kebahasa Mongondow. Saya sempat berpikir tidak mungkin satu buah kamus itu kita photo copy lalu disebar luaskan, apa lagi kondisi kita sekarang masih siswa dan satu kamus iu tebalnya sampai 5 cm , waduh bisa repot dong.
Setelah kami berunding kami mendapat kesimpulan bahwa , dengan kemajuan teknologi sekarang ditambah juga teknologi smartphone dan internet sudah mulai banyak digunakan, maka kami mendapat ide untuk membuat Applikasi kamus berbasis berbasis Web. Saat ini kami baru menyelesaikan kamus online berbasis web yang kami selesaikan dalam waktu 2 minggu, itupun masih di upload dihosting gratisan dimana masih menggunakan domain gratisan .Wajar saja kami anak sekolahan, membeli satu domain saja belum punya uang. Kemarin saja baru kena' suspend dari pihak hostingan, katanya applikasi kami memberatkan kinerja server karena realtime akses dari public ( wajar gratisan jadi bandwith limited), jadi kami pindah ke hostingan gratisan yang lain lagi deh.
Untuk yang berbasis web kalian bisa mengaksesnya lewat site ini http://wwww.mongondow.tk Agak mirip-mirip seidikit dengan google translate ;). Kami sangat mengharapkan kerja sama dari kawan-kawan untuk menyebarkan Appliksi online ini ,agar bisa bermafaat, Klo ada donatornya juga itu lebih baik , hehehe.
Kiapa torang nda’ momulai dari skarang? Jika torang pebahasa daerah yang beragam ini punah , khususnya bahasa mongondow ini, yang rugikan torang sandiri. Provinsi yang indah dari keberagaman suku, budaya dan bahasa ini akan hilang keunikannya,jika salah satu bahasa daerah jo menghilang dari Bumi nyiur Melambai ini. Setuju saja bila bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan, tapi jangan pernah lupakan akar budaya kita masing-masing dan Banggalah dengan bahasa daerah kita masing-masing, karena dengan itu ke-Indonesiaan kita akan semakin tampak.
Salah satu Budaya kita yang hampir punah sekarang ini yaitu bahasa daerah .Saya jadi ingat dengan artikel di situs VOA berjudul “Jarang Digunakan, Ratusan Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah” yang berisi kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah di Indonesia, lantaran jarang digunakan. Kepala Bidang Peningkatan dan Pengendalian Bahasa Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, Sugiyono dalam tulisanya itu memperkirakan di penghujung abad 21, jumlah bahasa daerah akan menyusut, yang semula 746 bahasa daerah, menjadi hanya 75 bahasa daerah saja. Jadi torang skarang musti bilang WAW! Kalau ini benar, maka kondisinya sudah SOS Dong .
Banyak yang bilang, salah satu penyebab makin tidak populernya bahasa daerah adalah alasan urbanisasi dan perkawinan antar etnis.Mereka yang menikah dengan etnis lain dan pindah ke kota, punya kecenderungan bakal meninggalkan bahasa daerahnya dan lebih memilih bahasa Indonesia sebagai alat komunikasinya.Contoh saja ,di kampung Mongondow , yang sebenarnya merupakan ciri khas kabupaten bolaang mongondow , kini sudah jarang yang menggunakan bahasa mongondow , di karenakan banyak wanita di kampung tersebut kawin dengan etnis yang berbeda.
Saya sendiri tidak anti perkawinan antar etnis.Justru perkawinan antar etnis menurut saya perlu untuk meningkatkan keberagaman dan pemahaman antar etnis yang di beberapa daerah masih rendah.Namun harusnya perkawinan antar etnis itu tidak mematikan keberadaan bahasa daerah itu sendiri.Harusnya kedua pihak yang menikah justru menyuburkan pemakaian bahasa daerah pada anak-anak mereka.
Coba Kita bayangkan, alangkah indahnya jika sebuah keluarga yang merupakan hasil perkawinan antara etnis Minahasa dan Mongondow yang mengajarkan kedua bahasa daerah pada anak-anaknya . Anak-anak akan punya ketrampilan berbahasa yang lebih kaya. Tidak hanya satu bahasa Indonesia, namun juga bahasa ayah dan ibunya.
Lalu bagaimana agar bahasa daerah tetap lestari dan digunakan di Provinsi kita ini ? Peran seorang ibu sangat jelas dalam mengajarkan ketrampilan berbahasa.Tak usah mencari contoh jauh-jauh, saya sendiri bisa dan mengerti bahasa mongondow karena ibu saya kerap mengajak bercakap dalam bahasa mongondow sejak kecil, “uyo' aidon nongaan iko” itu menjadi bahasa sapaan saya setiap pagi mau sekolah yang artinya Anaku sudah makan kamu. Dan itu hanya dilakukan dalam lingkup rumah saja.Jika bertemu dengan orang dari etnis lain, kita selalu menggunakan bahasa manado, yakni bahasa yang mirip-mirip dengan bahasa indonesia sebagai jembatan komunikasi.
Saya dan teman-teman sempat berpikir,apa yang menyebabkan sampai Banyak anak-anak muda sekarang khusunya di kota kotamobagu banyak yang tidak bisa menggunakan Bahasa Daerah mereka sendiri .Kami sempat menanyakan pada beberapa siswa di Sekolah ,tentang apa yang membuat banyak kalangan pemuda pemudi sudah tidak menggunakan Torang Pe Bahasa ini . Dari 68 orang yang Kami tanyakan , 60% menjawab “Karena Masih banyak kosa kata yang Kami tidak ketahui dan tidak adanya sarana yang bisa kita pakai untuk mencari arti dari kata-kata bahasa indonesia untuk dirubah ke Bahasa mongondow ”, itu jawaban dari banyak orang yang kami tanyakan.
Memang benar kata mereka Kamus Bahasa Indonesia – Mongondow sekarang sudah jarang ditemukan, jikapun ada hanya disekolah-sekolah saja. Lalu Kami sempat mendiskusikan hal tersebut dengan guru seni kami dan beliau meminjamkan 1 buah kamus Bahasa Indonesia – Bahasa Mongondow kepada Kami. Berbekal kamus tersebut saya dan teman-teman sekelas saya di bidang TKJ (Teknologi komputer dan jaringan) berunding tentang Ide yang dapat kita kembangkan dengan 1 buah kamus ini, agar dapat membantu semua orang khususnya anak muda untuk mengartitkan Bahasa Indonesia kebahasa Mongondow. Saya sempat berpikir tidak mungkin satu buah kamus itu kita photo copy lalu disebar luaskan, apa lagi kondisi kita sekarang masih siswa dan satu kamus iu tebalnya sampai 5 cm , waduh bisa repot dong.
Setelah kami berunding kami mendapat kesimpulan bahwa , dengan kemajuan teknologi sekarang ditambah juga teknologi smartphone dan internet sudah mulai banyak digunakan, maka kami mendapat ide untuk membuat Applikasi kamus berbasis berbasis Web. Saat ini kami baru menyelesaikan kamus online berbasis web yang kami selesaikan dalam waktu 2 minggu, itupun masih di upload dihosting gratisan dimana masih menggunakan domain gratisan .Wajar saja kami anak sekolahan, membeli satu domain saja belum punya uang. Kemarin saja baru kena' suspend dari pihak hostingan, katanya applikasi kami memberatkan kinerja server karena realtime akses dari public ( wajar gratisan jadi bandwith limited), jadi kami pindah ke hostingan gratisan yang lain lagi deh.
Kiapa torang nda’ momulai dari skarang? Jika torang pebahasa daerah yang beragam ini punah , khususnya bahasa mongondow ini, yang rugikan torang sandiri. Provinsi yang indah dari keberagaman suku, budaya dan bahasa ini akan hilang keunikannya,jika salah satu bahasa daerah jo menghilang dari Bumi nyiur Melambai ini. Setuju saja bila bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan, tapi jangan pernah lupakan akar budaya kita masing-masing dan Banggalah dengan bahasa daerah kita masing-masing, karena dengan itu ke-Indonesiaan kita akan semakin tampak.